Minggu, 02 Januari 2011

Sabar dan Shalat sebagai penolong

Dalam menjalani hidup, setiap manusia pasti pernah mengalami kesulitan. Dan untuk menghadapi hal itu, kepada orang-orang yang beriman Allah swt. telah memberikan tuntunan yang sangat handal dan tepat. Sebab Allah Maha Tahu segala sesuatu yang dialami dan dibutuhkan seorang hamba. Allah Maha Tahu segala bentuk tantangan dan kesulitan yang dialami hamba-Nya, yang kesemuanya adalah bagian dari sunatullah sendiri.  Karena semua itu adalah bagian dari sunnatullah, maka cara yang paling tepat dan baik untuk menghadapi kesulitan tersebut adalah dengan mengikuti tuntunan-Nya.

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِين
"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu' (Al-Baqoroh: 45)".

Melalui firman-Nya dalam ayat 45 surat Al-Baqoroh, Allah swt. memberikan tuntunan dalam menghadapi setiap kesulitan hidup ini, yaitu:
Pertama dengan Bersikap sabar dalam setiap keadaan.
Imam Al-Ghazali, di dalam Ihya'-nya menerangkan bahwa, sikap sabar jika dilihat dari macam cobaan yang dialami seorang hamba, dapat dibagi pada empat ketegori;
1.    Sabar ketika susah. Baik itu karena kekurangan materi atau kerena sakit menahun yang diderita, atau karena hal-hal lain yang tidak diinginkan.
Ini adalah sabar yang termudah, meski kebanyakan orang menyangka bahwa sabar dalam keadaan seperti ini sangat berat.
Makna sabar ketika menghadapi cobaan ini adalah, tetap berbaik sangka kepada Allah swt., tidak melakukan perkara-perkara yang dilarang agama agar dapat keluar dari masalah tersebut, dan tetap meyakini bahwa dibalik cobaan yang menimpanya pasti ada hikmah dan ampunan dari Allah swt., sebab demikianlah Rasulullah saw. mengajarkan kita. Bukankah di dalam haditsnya beliau bersabda;
عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مُصِيبَةٍ تُصِيبُ الْمُسْلِمَ إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا عَنْهُ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا
"Dari Zuhri, beliau berkata, 'Urwah bin Zubair menceritakan kepadaku, bahwa Aisyah ra. berkata, 'Rasulullah saw., bersabda, "Tidaklah suatu musibah menimpa seorang muslim, kecuali Allah akan mengampuni dosa-dosanya karena musibah itu, meski musibah itu hanya berupa duri yang menusuknya". (HR. Bukhari)

2.    Sabar ketika senang. Kebanyakan orang menyangka, bahwa kesenangan, kekayaan, jabatan yang terpandang di masyarakat adalah nikmat dari-Nya, padahal, semua itu juga merupakan bagian dari cobaan yang diberikan oleh Allah swt. kepada hamba-Nya, untuk mengetahui apakah hamba tersebut termasuk orang-orang yang bersyukur atau malah kufur terhadap nikmat-nikmat-Nya.
Bukankah di dalam Alqur'an Allah swt. telah mengingatkan kita melalui kisah nabi Sulaiman as., yaitu saat Allah swt. mengujinya dengan kekuasaan dan harta yang berlimpah. Ketika itu nabi Sulaiman as. berkata,
قَالَ هَذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ
"Sulaiman berkata, "Ini adalah karunia dari Tuhanku untuk mengujiku apakah aku termasuk hamba yang bersyukur atau kufur. Dan barangsiapa yang bersyukur susungguhnya ia bersyukur untuk dirinya, dan barang siapa yang kufur sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Mulia." (QS. An-Naml:40).

3.    Sabar dalam meninggalkan larangan agama.
Apa yang dilarang agama pasti banyak mudharatnya. Setiap kita mungkin meyakini hal itu. Akan tetapi, dalam aplikasinya tidak sedikit dari kita yang tetap mengabaikan larangan-larangan tersebut, bahkan dengan alasan yang tidak dapat dibenarkan oleh syara'.
Sabar untuk tidak korupsi padahal ada kesempatan. Sabar untuk tidak menzhalimi padahal mampu untuk melakukannya. Sabar untuk tidak memanipulasi data/laporan padahal handal untuk melakukannya. Dan, sabar... sabar... untuk tidak melakukan perkara-perkara yang diharamkan lainnya... adalah ibadah yang mendapatkan pahala. Betapa kasihnya Allah swt. kepada kita. Bahkan dalam meninggalkan perkara yang dilarang-Nya pun kita masih mendapatkan pahala.
Lantas, tidakkah kita malu jika tetap melanggar larangan-Nya?!
Padahal, jika kita mau mengkaji sedikit, niscaya kita akan mendapatkan bahwa, sesungguhnya perkara yang dilarang agama hanya seper sepuluh dari sekian banyak perkara yang dibolehkan agama. Tidakkah kita malu melakukan perkara yang dilarang?! Padahal perkara-perkara yang dibolehkan jauh lebih banyak lagi?!

4.    Sabar dalam menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya.
Dalam melaksanakan kebaikan pun kita masih harus bersabar, karena untuk melalukan perbuatan baik kita sering mendapatkan ujian, ujian berupa penilaian yang kurang baik dari orang lain padahal kita benar-benar ikhlas melakukan perbuatan baik itu, ujian dari melepaskan perasaan malas, karena untuk menjalankan perintah Allah kita membutuhkan semangat untuk tetap menjalankan perintahnya dengan baik dan benar agar semua perbuatan yang kita lakukan bernilai ibadah dan memdapatkan pahala dari Allah swt.
Dari keempat kategori sabar yang diterangkan oleh imam Al-Ghozali diatas semoga kita bisa menjalaninya dan menjadikan kita orang-orang mukmin yang sabar dalam menghadapi persoalan hidup ini.



Kedua adalah dengan mendirikan shalat agar selalu mendapatkan pertolongan dari Allah swt.
Secara linguistik shalat berarti doa. Meskipun para ulama mendefinikan shalat sebagai sekumpulan gerakan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Namun inti bacaan dari setiap gerakan tersebut adalah doa.
Jika kita mau untuk sekejap memperhatikan bacaan-bacaan kita dalam setiap gerakan shalat, niscaya akan kita dapatkan bahwa seluruh bacaan dalam setiap gerakan tersebut adalah doa. Takbir adalah doa, tahmid juga doa, bahkan al-fatihah pun doa. Ternyata shalat itu semuanya doa. Betapa bodoh dan sombongnya orang yang suka meninggalkan shalat, atau melalaikannya, atau mengerjakannya dengan bermalasan. Padahal, ia masih sering meminta (berdoa) kepada Allah swt.
Ah.. seandainya ia tahu bahwa shalat itu sendiri adalah permintaan...
Pentingnya shalat terkadang tidak terlalu kita sadari. Sering kita saksikan orang melakukan shalat dengan tergesa-gesa. Tak jarang pula rukun-rukun dan sunah dalam shalat dilanggarnya. Kenyataan ini sangat bertolak belakang dengan apa yang diperintahkan Allah SWT, yakni kita harus mengerjakan shalat dengan khusyuk dan sabar.

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
''Dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.'' (QS Thaha: 132).
Kesabaran dalam mendirikan shalat merupakan keharusan jika menginginkan shalat memiliki makna dalam kehidupan kita. Sabar dalam mendirikan shalat berarti kita telah berusaha meningkatkan kwalitas shalat serta menyempurnakan rukun dan sunahnya. Sabar dalam mendirikan shalat hanya akan terwujud jika kita berusaha khusyuk mengerjakannya. Allah swt. telah menegaskan bahwa shalat itu merupakan ibadah yang berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِين

''Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.'' (QS Al-Baqarah: 45).
Sayangnya, hanya segelintir dari kita yang mampu melakukannya. Mayoritas  kita tidak ingin melakukannya. Bukan tidak mampu. Sebab, jika keinginan sudah terpatri kuat, jalan-jalan kemudahan akan terbuka. Sebab, Allah tidak akan merubah keadaan hamba-Nya sampai hamba itu merubah keadaannya sendiri.
Karena itulah, pada akhir ayat tersebut Allah swt. menutupnya dengan keterangan pengecualian, yaitu; "sesungguhnya yang demikian itu sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'". Ini menunjukkan bahwa cara yang demikian itu sebenarnya tidak berat bagi orang-orang beriman yang di dalam hatinya terdapat rasa khusyu'. Dan shalat itupun tidak berat apabila dalam hati seseorang itu terdapat rasa khusyu'.
Lalu siapakah orang-orang yang khusyu' itu?
Orang yang memiliki rasa khusyu di hatinya adalah orang-orang yang meyakini  bahwa ia akan menemui dan menghadap Sang Pencipta serta akan kembali kepada-Nya, sebagaimana dinyatakan dalam ayat 46 surat Al-Baqoroh:
الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلَاقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
"Yaitu orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepadaNya."(Al-Baqoroh: 46).
Keyakinan bahwa setiap manusia akan menemui Allah dan akan kembali kepada-Nya, adalah dasar kekuatan yang menimbulkan rasa khusyu dalam hati seorang yang beriman. Tanpa ada keyakinan yang demikian, tidak akan ada rasa khusyu di hati seseorang, dan dengan demikian maka akan terasa beratlah baginya untuk mendirikan shalat dan ibadah-ibadah lainnya serta akan sangat sulit timbul sikap dan sifat sabar di dalam jiwanya.
Secara linguistik, kata khusyu' (dalam bahasa arab) berasal dari kata "khasya'a" yang artinya "tunduk". Orang yang khusyu hatinya adalah orang yang hatinya tunduk kepada Allah, tidak berhati keras dan durhaka kepada-Nya. Hati yang khusyu atau tunduk adalah hati yang memiliki rasa takut kepada Allah, sebagaimana yang diungkapkan Allah dalam surat Al-Hasyar, ayat 21:
لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآَنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
"Kalau sekiranya kami menurunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah". (QS. Al-Hasyar: 21).
Khusyu' dalam shalat berarti merasa tunduk kepada Allah ketika shalat. Seseorang yang merasa tunduk kepada Allah dalam shalat, ia akan merasakan bahwa ia benar-benar sedang berhadapan dengan Allah dalam shalatnya. Nabi saw telah menyatakan hal ini dikala beliau didatangi dan ditanya oleh malaikat Jibril as tentang "Ihsan". Nabi menjawab yang artinya: "Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihatnya. Jika engkau tidak dapat melihatnya sesungguhnya Ia(Allah)melihatmu".
Semoga Allah swt. sentiasa menolong kita untuk dapat menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong dalam menghadapi setiap cobaan. Amien.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya”. (Al-Baqarah: 45-46)
Ibnu Katsir menjelaskan satu prinsip dan kaidah dalam memahami Al-Qur’an berdasarkan ayat ini bahwa meskipun ayat ini bersifat khusus ditujukan kepada Bani Israel karena konteks ayat sebelum dan sesudahnya ditujukan
kepada mereka, namun secara esensi bersifat umum ditujukan untuk mereka dan selain mereka. Bahkan setiap ayat Al-Qur’an, langsung atau tidak langsung sesungguhnya lebih diarahkan kepada orang-orang yang beriman, karena hanya mereka yang mau dan siap menerima pelajaran dan petunjuk apapun dari Kitabullah. Maka peristiwa yang diceritakan Allah Taala tentang Bani Israel, terkandung di dalamnya perintah agar orang-orang yang beriman mengambil pelajaran dari peristiwa yang dialami mereka. Begitulah kaidah dalam setiap ayat Al-Qur’an sehingga kita bisa mengambil bagian dari setiap ayat Allah swt. “Al-Ibratu Bi’umumil Lafzhi La Bikhusus sabab” (Yang harus dijadikan dasar pedoman dalam memahami Al-Qur’an adalah umumnya lafazh, bukan khususnya sebab atau peristiwa yang melatarbelakanginya”.
Perintah dalam ayat di atas sekaligus merupakan solusi agar umat secara kolektif bisa mengatasi dengan baik segala kesulitan dan problematika yang datang silih berganti. Sehingga melalui ayat ini, Allah memerintahkan agar kita memohon pertolongan kepada-Nya dengan senantiasa mengedepankan sikap sabar dan menjaga shalat dengan istiqamah. Kedua hal ini merupakan sarana meminta tolong yang terbaik ketika menghadapi berbagai kesulitan. Rasulullah saw selaku uswah hasanah, telah memberi contoh yang konkrit dalam mengamalkan ayat ini. Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dijelaskan bahwa, “Sesungguhnya Rasulullah saw apabila menghadapi suatu persoalan, beliau segera mengerjakan shalat“.
Huzaifah bin Yaman menuturkan, “Pada malam berlangsungnya perang Ahzab, saya menemui Rasulullah saw, sementara beliau sedang shalat seraya menutup tubuhnya dengan jubah. Bila beliau menghadapi persoalan, maka beliau akan mengerjakan shalat“. Bahkan Ali bin Abi Thalib menuturkan keadaan Rasulullah saw pada perang Badar, “Pada malam berlangsungnya perang Badar, semua kami tertidur kecuali Rasulullah, beliau shalat dan berdo’a sampai pagi“.
Dalam riwayat Ibnu Jarir dijelaskan bagaimana pemahaman sekaligus pengamalan sahabat Rasulullah saw terhadap ayat ini. Diriwayatkan bahwa ketika Ibnu Abbas melakukan perjalanan, kemudian sampailah berita tentang kematian saudaranya Qatsum, ia langsung menghentikan kendaraanya dan segera mengerjakan shalat dua raka’at dengan melamakan duduk. Kemudian ia bangkit dan menuju kendaraannya sambil membaca, “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’“.
Secara khusus untuk orang-orang yang beriman, perintah menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong ditempatkan dalam rangkaian perintah dzikir dan syukur. “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu dan bersyukurlah kepadaKu dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)Ku. Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah swt senantiasa bersama dengan orang-orang yang sabar“. (Al-Baqarah: 152-153). Dalam kaitan dengan dzikir, menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong adalah dzikir. Siapa yang berdzikir atau mengingat Allah dengan sabar, maka Allah akan mengingatnya dengan rahmat.
Masih dalam konteks orang yang beriman, sikap sabar yang harus selalu diwujudkan adalah dalam rangka menjalankan perintah-perintah Allah Taala, karena beban berat yang ditanggungnya akan terasa ringan jika diiringi dengan sabar dan shalat. Ibnul Qayyim mengkategorikan sabar dalam rangka menjalankan perintah Allah Taala termasuk sabar yang paling tinggi nilainya dibandingkan dengan sabar dalam menghadapi musibah dan persoalan hidup.
Syekh Sa’id Hawa menjelaskan dalam tafsirnya, Asas fit Tafasir kenapa sabar dan shalat sangat tepat untuk dijadikan sarana meminta pertolongan kepada Allah Taala. Beliau mengungkapkan bahwa sabar dapat mendatangkan berbagai kebaikan, sedangkan shalat dapat mencegah dari berbagai perilaku keji dan munkar, disamping juga shalat dapat memberi ketenangan dan kedamaian hati. Keduanya (sabar dan shalat) digandengkan dalam kedua ayat tersebut dan tidak dipisahkan, karena sabar tidak sempurna tanpa shalat, demikian juga shalat tidak sempurna tanpa diiringi dengan kesabaran. Mengerjakan shalat dengan sempurna menuntut kesabaran dan kesabaran dapat terlihat dalam shalat seseorang.
Lebih rinci, syekh Sa’id Hawa menjelaskan sarana lain yang terkait dengan sabar dan shalat yang bisa dijadikan penolong. Puasa termasuk ke dalam perintah meminta tolong dengan kesabaran karena puasa adalah separuh dari kesabaran. Sedangkan membaca Al-Fatihah dan doa termasuk ke dalam perintah untuk meminta tolong dengan shalat karena Al-Fatihah itu merupakan bagian dari shalat, begitu juga dengan do’a.
Memohon pertolongan hanya kepada Allah merupakan ikrar yang selalu kita lafadzkan dalam setiap shalat kita, “Hanya kepada-Mu-lah kami menyembah dan hanya kepadaMulah kami mohon pertolongan“. Agar permohonan kita diterima oleh Allah, tentu harus mengikuti tuntunan dan petunjuk-Nya. Salah satu dari petunjuk-Nya dalam memohon pertolongan adalah dengan sentiasa bersikap sabar dan memperkuat hubungan yang baik dengan-Nya dengan menjaga shalat yang berkualitas. Disinilah shalat merupakan cerminan dari penghambaan kita yang tulus kepada Allah.
Esensi sabar menurut Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dapat dilihat dari dua hal: Pertama, sabar karena Allah atas apa yang disenangi-Nya, meskipun terasa berat bagi jiwa dan raga. Kedua, sabar karena Allah atas apa yang dibenci-Nya, walaupun hal itu bertentangan keinginan hawa nafsu. Siapa yang bersikap seperti ini, maka ia termasuk orang yang sabar yang Insya Allah akan mendapat tempat terhormat.
Betapa kita sangat membutuhkan limpahan pertolongan Allah dalam setiap aktivitas dan persoalan kehidupan kita. Adalah sangat tepat jika secara bersama-sama kita bisa mengamalkan petunjuk Allah dalam ayat di atas agar permohonan kita untuk mendapatkan pertolongan-Nya segera terealisir. Amin
Sumber:Wasatea

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Widget Ini