Minggu, 10 Juli 2011

AMAL MANUSIA MEMPENGARUHI KEADAAN DUNIA


Segala keadaan yang terjadi di dunia ini tergantung dari amalan manusia. Sedangkan amal dipengaruhi oleh iman. Bila iman betul maka Allah Swt. akan memberikan keberkahan dari atas langit dan dari bawah bumi, sebaliknya bila iman rusak, maka amal manusia menjadi buruk dan amal ini akan terangkat ke langit, lalu Allah Swt. turunkan kembali ke bumi berupa bala bencana atau musibah.
Dulu semua buah-buahan rasanya manis, tidak ada yang beracun dan berduri. Ketika putranya Nabi Adam as. Yaitu Qabil menumpahkan darah di muka bumi dengan membunuh adiknya sendiri, Habil, maka dengan qudrat dan iradah-Nya, Allah Swt. mengubah buah-buahan itu sebagian ada yang pahit, berduri, dan beracun. Berapa banyak orang yang keracunan dan terkena duri hingga hari kiamat? Akibat ulah Bani Israil, sampai hari ini umat akhir zaman terkena dampaknya. Dulu hewan-hewan yang disembelih dagingnya tidak pernah busuk walaupun disimpan berhari-hari. Tapi akibat amal buruk manusia, daging akan membusuk dalam tiga hari saja tanpa diawetkan. Berapa banyak daging yang terbuang sampai hari Kiamat? Begitu pula sejak Qarun la'natullah 'alaih menimbun-nimbun harta, sehingga hartanya menimbunnya dengan gempa bumi. dan dampaknya sampai hari ini.
Perbuatan manusia, berpengaruh pada lautan, udara, sam¬pai mempengaruhi lapisan ozon di atmosfir bumi. Abu Hurairah r.a. berkata bahwa akibat amalan buruk manusia, burung-burung pun menjadi kurus dan mati dalam sarangnya.
Allah swt. berfirman :
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَاكَسَبَتْ اَيْدِالنَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
Artinya : “Telah nampak kerusakan di muka bumi ini, di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia. Supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.” (Qs. Ar-Ruum: 41)
Binatang tak pernah disebut-sebut sebagai biang keladi kerusakan bumi. Sejahat-jahat binatang takkan menjadi penyebab kerusakan alam. Apa yang terjadi bila seandainya kerbau memiliki alat yang canggih untuk memenuhi kebutuhan perutnya? Tentu padang rumput dan aneka ragam tanaman akan habis untuk mengisi perutnya. Bila musang mempunyai radar untuk mendeteksi mangsanya dengan pesawat pemburu, tentu tidak ada ayam yang dibiarkan hidup di muka bumi ini. Apabila harimau memiliki tank dan berbagai perangkat canggih, mungkin makhluk-makhluk lain tidak diberi kesempatan untuk hidup? Andai kuda dan kambing jantan yang sarat dengan nafsu bisa menonton tayangan film atau gambar porno, siapakah yang sanggup membendungnya? Atau kambing-kambing betina pandai bersolek, bergaya seksi, menantang, dan merangsang lawan jenisnya, bagaimana keadaan kehidupan ini?
Binatang tak mungkin menjadi manusia, betapapun cerdasnya ia, meskipun si kancil mampu merekayasa angka-angka, si Bunglon memakai topeng wajah manusia, atau si Buaya yang arif bijaksana. Tetapi manusia tidak sulit menjadi binatang, bukan karena kebodohannya, tetapi karena kebuasan hatinya.
اِنَّ الشَرَّ الدّوَآبُّ عِنْدَ اللهِ الصُّمُّ الْبُكْمُ الَّذِيْنَ لاَيَعْقِلُوْنَ
Artinya : “Sesungguhnya binatang (manusia) yang seburuk-buruknya di sisi Allah ialah orang yang tidak mau mendengar, mengatakan, dan memahami kebenaran.” (Qs. Al- Anfal [8] : 22)
Kejahatan senantiasa didukung oleh nafsu, tidak ada orang yang paling sesat kecuali orang yang menuruti kehendak hawa nafsunya. Segala potensi yang ia miliki digunakan untuk menyempurnakan hawa nafsunya. Telinga, mulut, matanya, bahkan pikirannya untuk memuaskan hawa nafsu. la tidak berjalan di atas hukum Allah Swt.. Ia akan selalu keliru dalam menggunakan anggota badannya. Segala sumber daya manusia yang dimilikinya diletakkan tidak pada tempatnya. Iman diletakkan di kepala, bukan di dalam hati, sehingga kepentingan akidah dijadikan kepentingan akal. Akhirnya ia stress sebagaimana orang yang memikirkan langit yang tak pernah bertiang, diseminarkan dan disimposiumkan, tetapi tak kunjung ada pemecahannya.
Begitulah keadaannya apabila hawa nafsu mendominasi hidup manusia, yang secara fithrah sudah Islam, tunduk dan patuh kepada sunnatullah. Tapi dalam kehidupan iradiahnya - yang mana ia memiliki kebebasan hak pilih - ternyata tunduk dan patuh serta mengabdi pada hawa nafsunya sendiri.
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ اَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّموتُ وَاْلاَرْضُ وَمَنْ فِيْهِنَّطبَلْ اَتَيْنهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُّعْرِضُوْنَ
Artinya : “Andaikan kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kebanggaan kepada mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu. (Qs. Al-Mu'minun [23] : 71)
Manusia ingin hidup bebas, tetapi tidak ada yang bisa hidup bebas. Barangsiapa mengikuti peraturan, maka ia akan selamat, dan yang tidak ikut peraturan akan celaka. Orang yang meletakkan dirinya dalam tertib akan menjadi baik, dan kebaikannya akan dirasakan juga oleh orang lain. Sedang yang tidak mengikuti tertib akan celaka dan mencelakakan orang lain. Seorang pengemudi yang patuh pada peraturan lalu lintas akan selamat, namun apabila ugal-ugalan, maka ia akan menabrak benda-benda di de-pannya atau masuk jurang.
Sungguh sangat beruntung kita tidak diciptakan sebagai makhluk yang lain, binatang misalnya. Tetapi derajat manusia bisa lebih rendah dari binatang jika tidak memiliki iman di dalam hatinya. Maka untuk makhluk yang bernama manusia, Allah Swt. tidak membiarkannya tanpa aturan khusus. Memang menurut Allah Swt. sendiri, manusia itu makhluk yang istimewa dan sebaik- baik ciptaan. Tetapi bila tidak didasari dengan iman, mereka akan beramal jahat dan menjelma menjadi makhluk yang paling hina. Dalam perkara ini nampak jelas Allah Swt. banyak ikut campur tangan dalam tata aturan manusia. Allah Swt. Maha Mengetahui betapa rumitnya manusia. Demi kasih sayang-Nya, Allah Swt. mengutus 124.000 nabi dan 313 rasul untuk membawa aturan khusus yaitu agama. Apabila manusia diberi otonomi dalam membuat tata aturan sendiri, maka rusaklah kehidupan manusia di dunia dan di akhirat selama-lamanya.
Seorang alim mengatakan bahwa hari ini agama (iman dan amal) telah terlepas dari kehidupan kita dan ummat manusia. Orang-orang tidak merasa menyesal jika tidak mengamalkan agama. Sementara hubungan dengan rumah sangat kuat, sehingga apabila rumah terbakar merasa sangat sedih. Hubungan dengan pekerjaan sangat kuat, sehingga tidak mau meninggalkan pekerjaan walaupun untuk sementara. Hubungan dengan anak isteri sangat kuat, sehingga apabila mereka sakit, akan ikut bersedih dan berusaha mencari cara penyembuhannya. Namun jika agama yang sakit, tidak merasa sedih, tenang-tenang saja. Ketika berkumpul dengan keluarga atau sedang berada di tempat kerja tidak mengantuk, namun ketika mendengarkan pembicaraan iman dan amal saleh keadaannya seperti orang sakit, karena hubungan dengan agama sangat lemah.
Sebagaimana hubungan pedagang dengan tokonya, setiap hari ia datang ke toko, memikirkan kemajuan tokonya. Malam hari pun ia memikirkan dagangannya. Begitu pula apabila hubungan dengan agama kuat, maka setiap hari yang dipikirkan adalah agama. Bagaimana agar agama bisa wujud dalam kehidupannya, keluarganya, lingkungannya, dan seluruh alam? Jika tidak membiasakan diri dengan amal-amal agama, maka akan lalai mengingat Allah. Di kantor, di pasar, di sawah, di ladang lupa kepada Allah Swt., di masjid lalai kepada Allah, bahkan ketika shalat pun lalai kepada Allah swt. Karena banyak waktu yang digunakan untuk mengurus harta benda, pekerjaan, keluarga, rumah dan sebagainya, maka timbullah kecintaan kepada perkara tersebut, yang menyebabkan lalai terhadap agama sebagai maksud hidupnya. Hal ini menyebabkan terjadinya banyak masalah dalam kehidupan manusia.
Abdullah bin Umar r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. ber¬sabda, "Wahai kaum Muhajirin, ada lima hal yang apabila kalian melakukannya, maka bencana akan menimpa kalian. Semoga Allah menghindarkan kalian dari perbuatan itu: (1) apabila perzinaan telah merajalela di tengah-tengah suatu kaum, wabah penyakit akan menimpa mereka mupun penyakit baru yang sebelumnya tidak dikenal; (2) jika suatu kaum melakukan kecurangan dalam menimbang dan mengukur, mereka akan mengalami kekeringan, kelaparan, kesusahan, dan diperintah oleh penguasa yang kejam; (3) jika suatu kaum menahan zakatnya, maka hujan dari langit akan ditangguhkan, dan seandainya bukan untuk kebutuhan binatang, maka tak setetes pun yang diturunkan lari langit; (4) Suatu kaum yang melanggar perjanjian mereka dengan Allah dan Rasul-Nya, mereka akan menjadi kelinci percobaan musuh; (5) suatu kaum yang menerapkan hukum yang tidak adil, akan ditimpa perang saudara dan pemberontakan." (At Targhib wat Tarhib)
Rasulullah saw. bersabda, "Apabila ummatku mulai membenci ulama dalam hatinya, apabila mereka membangun pasar dan tempat perbelanjaan dengan megah, dan apabila mereka mengadakan pernikahan hanya karena kekayaan (bukan karena ketakwaannya, keshalihannya, dan akhlak yang baik orang yang akan dinikahinya) maka Allah akan menurunkan empat bencana kepada mereka. Berupa kelaparan, kezhaliman penguasa, ketidakjujuran para pejabat yang mengatur urusan mereka, dan serangan musuh." (Hr. Hakim)
Perubahan apapun yang terjadi pada suasana dan keadaan, namun perintah Allah Swt. tidak akan pernah berubah sejak zaman Nabi Adam a.s. hingga hari Kiamat. Ali r..a. berkata, "Kemalasan beribadah, kekurangan rezeki, dan kurangnya kedamaian adalah balasan atas dosa." (Tarikhul Khulafa)
Dalam hadist Qudsi, Allah Swt. berfirman, "Apabila hamba-Ku mentaati-Ku, Aku akan mengirimkan hujan kepada mereka pada malam hari pada saat mereka tidur. Dan matahari akan tetap bersinar ke atas mereka, sehingga urusan-urusan mereka (yang dilakukan pada siang hari) tidak akan terbengkalai, dan bunyi halilintar tidak akan terdengar oleh mereka (sehingga mereka tidak ketakutan dan cemas)." (al Jami’ush Shagir)
Umar r.a. berkata, "Aku telah diberitahu bahwa Nabi Musa a.s. atau Nabi Isa a.s. pernah bertanya kepada Allah Swt., 'Apakah tanda keridhaan-Mu kepada umat ini?' Allah Swt. menjawab, 'Tandanya adalah pada saat mereka menyemai benih di ladang, Aku mengirimkan hujan. Dan pada musim panen, aku menahan hujan. Urusan pemerintahan mereka Aku serahkan ke tangan orang yang berhati lembut dan urusan harta benda mereka aku serahkan kepada orang yang dermawan.' Kemudian mereka bertanya, 'Dan apakah tanda ketidakridhaan-Mu terhadap umat ini?' Allah Swt. menjawab, 'Tandanya adalah pada musim menyemai benih di ladang, aku menahan hujan. Dan pada musim panen aku mengirimkan hujan lebat. Urusan pemerintahan Aku serahkan ke tangan orang-orang jahil dan urusan harta benda mereka Aku serahkan kepada orang yang kikir." (Ad Durrul Mantsur)
Seseorang akan bersemangat mengamalkan agama, jika dia betul-betul mengenal siapa yang memerintahkan untuk mengamalkan agama. Jika banyak orang mengamalkan agama, maka dengan sendirinya orang-orang akan belajar agama di pondok pesantren, dan mau memakmurkan masjid, karena masjid merupakan rumahnya Allah. Kemudian akan muncullah orang-orang hebat seperti para sahabat r.a.. yaitu menjadi petani, pedagang, pengusaha, dan pejabat yang taat kepada Allah Swt. Akan tetapi bila agama tidak hidup, maka yang lahir adalah/ para penjahat, pencinta-pencinta dunia, dan ahli-ahli dunia. Orang shalih sangat kurang, seribu berbanding satu. Petani, pedagang, pejabatnya tidak shalih, bahkan santri dan ustadznya tidak shalih. Sehingga orang-orang mengatakan, "Kenapa pak Haji atau pak Kiyai berbuat begitu dan begini?" Semua itu disebabkan tidak ada usaha untuk mencetak wali-wali Allah, hanya usaha ziarah ke kubur wali.
Agama tidak bisa hidup dengan larangan dan perintah manusia, seperti tanaman pohon yang diperintah untuk tumbuh; "Hai daun, kamu harus rimbun, kamu harus berbuah banyak! Hai benalu, jangan tumbuh di sini! Hai rumput, mengapa kamu tumbuh di sini?" Demikian pula dengan perkara agama, tidak bisa menyalahkan orang lain, "Mengapa kamu berbuat maksiat?" Apalagi hanya menghujat, menggunjing, atau mencari kambing hitam. Sehingga lingkungan dikambinghitamkan, ini karena pengaruh lingkungan dan lingkungan pun dibakar!
Kita tidak dapat mengubah siapa pun termasuk diri sendiri, tidak dapat memberikan hidayah kepada siapa pun termasuk pada hati kita sendiri. Hidayah dapat diperoleh hanya dengan cara Rasulullah saw.. Allah Swt. memberikan hidayah kepada hati yang menginginkan hidayah, manusia tidak akan mendapat hidayah jika hatinya tidak menginginkan hidayah, meskipun dia anak, isteri atau keluarga seorang Nabi, sebagaimana anak dan isteri Nabi Nuh a.s., isteri Nabi Luth a.s. atau ayah Nabi Ibrahim a.s.. Tetapi, meskipun dia seorang penjahat atau seorang hamba sahaya jika hatinya mau menerima hidayah, maka Allah Swt. akan memuliakan dia, sebagaimana Umar r.a. diangkat menjadi khalifah. Padahal pada masa jahiliyah, beliau pernah menanam hidup-hidup puterinya serta membuat berhala dan roti dan ketika lapar dia memakan berhala itu. Sebagian sahabat tidak percaya jika Umar r.a. memeluk Islam. Mereka berkata, "Saya lebih percaya jika kudanya Umar masuk Islam."
`Bilal r.a. ialah seorang hamba sahaya diangkat menjadi gubemur setelah mendapat hidayah. Ikrimah r.a., anak seorang kafir Quraisy (putra Abu Jahal) yang sangat membenci Rasulullah saw., ia menghindar dari hidayah. la mengatakan kepada kaumnya, "Saya tidak akan memeluk Islam sampai mati!" Tapi ia dikejar hidayah, ia meninggalkan kampung halamannya dengan menumpang sebuah kapal, namun di atas kapal ia mendengar suara orang yang mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah, padahal ia melarikan diri karena kalimat itu. Dan ia tidak bisa mengelak, ia terkurung oleh hidayah, akhirnya menerima hidayah. Setelah kembali pada kaumnya, ia ditanya, "Dulu engkau bersumpah tidak akan masuk Islam." la menjawab, "Saya tidak masuk Islam, tetapi Islam yang masuk ke dalam diri saya."
"Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya. Dan barang siapa yang disesatkan oleh Allah, maka tak ada seorang pun yang mampu menunjukinya.Para sahabat radiallahu 'anhum telah berjaya dan sukses didunia dan di akhirat, karena agama mereka junjung di atas kepala dan dunia hanya dijinjing di tangan. Apabila agama bergoyang dunia dilepaskan untuk sementara untuk memegang agama. Tapi umat akhir zaman sebaliknya dunia dijunjung di kepala dan agama dijinjing di tangan. Apabila dunianya bergoyang, agama rela dilepaskan. Seluruh sahabat r.a. telah berkorban dengan menjalani kehidupan dunia dengan kesederhanaan yang maksimal. Bahkan rumah, pakaian, dan makanan Rasulullah saw. sangat sederhana.
Bagaimana mengerahkan seluruh kemampuan dan potensi yang ada pada diri untuk usaha agama, seluruh apa yang dimiliki untuk agama. Agama hanya akan wujud dengan pengorbanan. Pertolongan Allah Swt. akan datang pada ummat, apabita berkorban sampai habis, sebagaimana Abu Bakar r.a. berkorban sampai habis. Harta, diri, dan waktunya untuk agama.
Seorang pedagang yang hanya paham dengan perdagangan, seorang petani yang hanya paham dengan pertaniannya, dan seorang pejabat yang hanya paham dengan kantornya, adalah suatu kejahilan (kebodohan). Orang yang pandai dan sukses adalah seorang pedagang, petani, dan pejabat yang ta'aluq kepada Allah Swt. serta mengenal Allah Swt.. Apabila hubungan dengan Allah baik, maka percakapan, pendengaran, dan penglihatan akan baik, sehingga segala gerak-gerik akan menjadi baik.
Rasulullah saw. bersabda bahwa Allah Swt. berfirman, "Tiada henti-hentinya hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan mengamalkan ibadah-ibadah sunnah sehingga Aku mencintainya, Aku yang menjadi pendengarannya ketika dia mende-ngar. Dan Aku menjadi penglihatannya ketika dia melihat, dan Aku menjadi tangannya ketika dia menggunakan tangannya, dan Aku yang menjadi kakinya ketika dia berjalan. Maka dengan Aku dia mendengar dan dengan Aku dia melihat, dengan Aku dia menggerakkan tangannya, dan dengan aku dia berjalan. Dan bila dia meminta. kepada-Ku, Aku akan memberinya. Bila dia meminta perlindungan kepada-Ku niscaya Aku pun melindung-nya."(Hr. Bukhari)
Orang yang tidak melakukan usaha agama akan tunduk kepada anak isterinya, pekerjaannya, sawah ladangnya, bahkan kepada hewan ternaknya. Setiap pagi harus memberinya makan, menjaganya, dan memandikannya. Orang yang mengamalkan aga-ma berbeda dengan pemilik agama. Pengamal agama seperti pekerja toko yang hanya mengharap gaji dari pekerjaannya. Pemilik agama seumpama pemilik toko, dia selalu berpikir bagaimana usahanya bisa maju, bagaimana seluruh karyawannya bisa hidup makmur. Jika hanya mengamalkan agama, ibadah sendiri, wirid munajat sendiri, tapi tidak punya tanggung jawab agama, ia bukanlah pemilik agama. Oleh karena itu perbaikilah hubungan dengan Allah dan hubungan dengan manusia dan makhluk Allah yang lain.
Dalam beberapa hadis Nabi Muhammad Saw diungkapkan bahwa Allah Swt menolak bencana dari penduduk bumi atau menahannya dengan sebab (berkah) orang-orang yang suka beristigfar dan para pemakmur masjid. Bahkan, Allah swt pun berkenan memberi rezeki kepada penduduk bumi, memberikan pertolongan dan menolak bencana karena adanya hamba-hamba yang saleh, yang suka beristigfar dan memakmurkan masjid.
Diriwayatkan oleh Imam Thabrani dalam Al-Kabir dan Imam Baihaki dalam Al-Sunan dari Mani' Ad-Dailami r.a. la menyatakan bahwa Rasulullah saw bersabda:
لَوْلاَ عِبَادٌ لِلَّهِ رَكَعَ وَصَبِيَّةٌ رُضِعَ وَبَهَائِمٌ رَتَعَ لَصَبَّ عَلَيْكُمُ الْعَذَابَ صَبًّا ثُمَّ رَضَّ رَضًّا
Artinya : “Jika bukan karena berkah hamba-hamba Allah yang rukuk atau mendirikan salat, bayi-bayi yang disusui, dan binatang-binatang yang digembalakan, pasti siksaan akan dikucurkan kepadamu dengan derasnya dan kamu akan dihancurkan sehancur- hancurnya.”
Jabir bin Abdullah ra. mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda:
اِنَّ اللهَ لَيَصْلُحُ بِصَلاَحِ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ وَلَدِهِ وَوَلَدِوَلَدِهِ وَاَهْلِ دَوِيْرَتِهِ وَدَوِيْرَاتِ حَوْلِهِ وَلاَ يَزَالُوْنَ فِى حِفْظِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ مَادَامَ فِيْهِمْ
Artinya : “Allah memperbaiki atau menjadikan saleh dengan kesalehan seseorang, anaknya, anak dari anaknya (cucunya), dan penduduk tetangganya yang terdekat dan yang dekat di sekitarnya. Dan mereka akan selalu dalam penjagaan Allah Yang Maha Perkasa lagi Mahaagung, selama ia berada di sisi mereka.”
Abdullah bin Umar r.a. juga pernah mengatakan bahwa Nabi Saw bersabda:
اِنَّ اللهَ لَيَدْفَعُ بِالْمُسْلِمِ الصَّالِحِ عَنْ مِائَةِ اَهْلِ بَيْتٍ مِنْ جِيْرَانِهِ بَلاَءً
Artinya : “Sesungguhnya Allah swt. dengan berkah Muslim yang saleh menolak bencana atau musibah dari seratus penduduk rumah dari tetangganya.”
Nabi Muhammad saw pernah bersabda:
مَنْ فَرَّجَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Artinya : ”Siapa saja yang melepaskan kesusahan seorang mukmin di dunia, maka Allah akan melepaskan kesusahannya pada hari kiamat.”(Hadis shahih)
Dalam hadis lainnya disebutkan
مَنْ قَضَى ِلاَخِيْهِ حَاجَةً كُنْتُ وَاقِفًا عِنْدَ مِيْزَانِهِ فَاِنْ رَجَحَ وَاِلاَّ شَفَعْتُ لَهُ
Artinya : “Siapa saja yang dapat memenuhi kebutuhan saudaranya maka aku akan berdiri di depan timbangannya. Jika (telah) berat timbangan kebaikannya, maka aku biarkan; dan jika tidak begitu, maka aku akan memberinya syafa'at atau bantuan”.
وَاللهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَادَامَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ اَخِيْهِ
Artinya : “Allah akan menolong hamba-Nya selama ia mau menolong saudaranya.”
Sa'd bin Abu Waqqash r.a., mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw bersabda:
هَلْ تُنْصَرُوْنَ وَتُرْزَقُوْنَ بِضُعَفَائِكُمْ
Artinya : “Tidaklah kamu sekalian ditolong dan diberi rezeki kecuali dengan (berkah) orang-orang lemah di antaramu.” (Hr. Bukhari).
 
Sumber : http://tabligh-islam.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Widget Ini